Nasional

Sejak 2019 Aspirasi Tak Digubris DPR, Ojol Tuding Hubungan Gelap Aplikator dan Kemenhub

NU Online  ·  Rabu, 21 Mei 2025 | 22:00 WIB

Sejak 2019 Aspirasi Tak Digubris DPR, Ojol Tuding Hubungan Gelap Aplikator dan Kemenhub

Perwakilan pengemudi ojol saat menyerahkan data pelanggaran yang dilakukan aplikator kepada pimpinan Komisi V DPR RI, pada Rabu (21/5/2025). (Foto: tangkapan layar TV Parlemen)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Aliansi Pengemudi Online Bersatu, Kemed mengaku resah kepada wakil rakyat di DPR RI. Pasalnya pengemudi ojek online (ojol) sejak 2019 sudah menyampaikan aspirasi agar DPR RI membuat aturan tentang pengemudi ojol. Beragam upaya yang telah dilakukan seperti unjuk rasa, tapi hasilnya nihil. 


"Kalau bicara undang-undang lama, Pak. Lama nggak kelar-kelar dah, saya dari tahun 2019 sudah ke sini sama teman-teman, tapi sampai saat ini belum ada aturannya, Pak," katanya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama 66 asosiasi ojek online (ojol) dan Komisi V DPR RI di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (21/5/2025).


Kemed berpesan, aturan yang dibuat DPR nantinya harus ada unsur tindak pidana. Jika hanya sanksi tegas dengan membayar denda ke negara, permasalahan tersebut tidak kunjung selesai.


"Kalau hanya sanksi denda, wah duit mereka banyak, Pak. Mereka bisa bayar siapa aja. Mereka bisa beli siapa saja. Teman-teman nggak muluk-muluk nih; teman-teman cuma mau pulang dapat duit; bisa beli makan, bisa bayar cicilan, bisa bayar kontrakan. Itu saja, Pak. Tidak banyak-banyak. Hanya itu," jelasnya.


Ia menjelaskan, risiko pekerjaannya sebagai pengemudi ojol sangat luar biasa. Taruhannya adalah kematian. Tak sedikit pengemudi ojol bernasib tragis seperti dilindas tronton. Kejadiannya berkali-kali, tapi saat ini belum pernah ada perhatian untuk perlindungan keamanan keselamatan kerja.


Perwakilan dari asosiasi ojol Lintas Gajah Mada, Irfan menuding adanya hubungan gelap antara aplikator dengan Kementerian Perhubungan, khususnya di Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat. 


Karena itu, ia meminta DPR menggelar Rapat bersama yang menghadirkan aplikator, Kemenhub, dan asosiasi ojol.


"Panggil itu Grab, panggil itu Gojek, panggil itu Kemenhub, ada apa? Di KP (Keputusan Menteri Perhubungan) 1001 itu ada per tiga bulan aplikator itu harus melapor ke Kemenhub Dirjen Perhubungan Darat terkait penggunaan yang 5 persen. Mana? Bullshit semua itu! Nggak ada! Jadi asuransi-asuransi nggak ada itu, Pak," jelasnya.


DPR RI, kata dia, adalah harapan terakahir para pengemudi ojol karena Menteri Perhubungan itu “tuli”. Ia tidak peduli. Begitu pula dengan menteri-menteri lainnya seperti Menteri Komdigi. 


“Ini satu-satunya forum yang kami harapkan. Tolonglah dengerin jeritan (kami). Kalian (DPR) ini wakil rakyat. Ini jeritan hati kami. Udah 10 tahun, Pak. Tiap tahun demo, tiga bulan demo, tiga bulan demo," tambahnya.


Perwakilan dari Paguyuban Mitra Online (PMO) Indonesia Ade Armansyah menegaskan, jika aplikator tetap bersikukuh tidak melakukan potongan 10 persen, DPR harus melakukan audit forensik karena diduga uang keuntungan dari pekerja ojol di Indonesia dibawa ke luar negeri.


"Saya lebih baik menyumbang uang ke negara daripada mereka bawa uang kabur kita. Jadi, kalau mereka masih bersikeras nggak mau 10 persen, dorong, Pak, audit forensik, Pak. Minta tolong saya, Pak. Sepakat ya kawan-kawan?" tanya Ade kepada puluhan ojol. "Sepakat," jawab mereka serempak.