Soal RUU Polri, Alissa Wahid Soroti Pelanggaran Etik dan Dorong Revitalisasi Institusi Kepolisian
NU Online · Kamis, 10 April 2025 | 23:30 WIB

Alissa Wahid saat ditemui NU Online di Gedung PBNU, Jakarta, pada Kamis (10/4/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kian mencuat. Melalui Revisi UU Polri ini, Presiden Prabowo Subianto mengupayakan agar institusi yang masih dipimpin Listyo Sigit Prabowo itu diberi kewenangan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid meminta agar pembahasan revisi UU Polri dikesampingkan atau tak perlu diundangkan.
Sebab, kata Alissa, Polri saat ini masih sangat butuh melakukan pembaruan, penyegaran, dan penguatan institusi pada tugas, pokok, dan fungsinya masing-masing.
Ia menyoroti sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota polisi dan mendorong agar dilakukan pembenahan atau revitalisasi institusi kepolisian.
"Menurut saya sekarang ini Polri memiliki PR (pekerjaan rumah) yang besar untuk merevitalisasi institusinya juga karena pelanggaran-pelanggaran etik. Pelanggaran-pelanggaran tugas polisi itu sangat banyak. Alih-alih UU urusan ini, beresin dulu yang di dalam," katanya usai Halal Bihalal di Lantai 3, Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Salemba, Jakarta Pusat, pada Kamis (10/4/2025).
Menurut Alissa, langkah terdekat yang perlu disiasati untuk pembenahan internal institusi Polri adalah disesuaikan dengan prinsip kemaslahatan bangsa dan negara itu.
"Bagi saya PR itu lebih prioritas ya karena saat ini kita harus mengakui bahwa otoritas yang sangat besar itu kepada Polri itu di lapangan jadi tidak terkendali. Artinya orang pakai seragamnya kemudian justru melanggar hukum, seperti Kapolres di NTT (Fajar Widyadharma)," katanya.
Alissa kemudian mengenang kasus yang sudah berlalu sekitar enam tahun silam, tepatnya pada 26 September 2015, yakni seorang petani dan aktivis lingkungan hidup yang dikenal dengan nama Salim Kancil dibunuh secara keji yang melibatkan kepolisian. Â
"Dan banyak sekali kasus-kasus seperti itu," tegas putri sulung Presiden Ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Meski begitu, Alissa mengakui bahwa di lapangan masih banyak polisi dan TNI yang baik. Namun, jika tidak ada mekanisme mendisiplinkan maka penerapan tugas aparat akan keliru.
"Jadi menurut saya UU Polri itu dikembalikan ke kerangka kemaslahatan bangsa Indonesia dan negara," ujarnya.
Terkait revisi UU yang memberikan wewenang berlebih terhadap aparat yaitu Polri dan TNI, Alissa mengungkapkan bahwa Prabowo perlu bersikap untuk tidak perlu menambah kewenangan lain terhadap keduanya.
"Logika yang sama terhadap RUU TNI dong. Kalau sudah cukup, kenapa harus ditambah (wewenangnya)? RUU TNI memang tidak perlu dan justru berpotensi menimbulkan dinamika yang kurang baik di perjalanan bangsa ke depan. Misalnya, militer jadi masuk ke ruang-ruang sipil karena di atas kertas mungkin tidak ada masalah, sama dengan (revisi) UU Polri," katanya.
"Setiap produk hukum yang berlaku bisa jadi di atas kertas tidak bermasalah, tapi dalam konteks penerapan akan berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak," tegasnya.
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Rais 'Aam PBNU Ajak Pengurus Mewarisi Dakwah Wali Songo yang Santun dan Menyejukkan
3
Kisah Levina, Jamaah Haji Termuda Pengganti Sang Ibunda yang Telah Berpulang
4
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
5
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
6
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
Terkini
Lihat Semua