Nasional

Perlu Komitmen Kawal 8 Isu Pendidikan Hasil Konsolidasi Nasional

NU Online  ·  Jumat, 2 Mei 2025 | 15:00 WIB

Perlu Komitmen Kawal 8 Isu Pendidikan Hasil Konsolidasi Nasional

Perlu komitmen dalam mengawal penerapan dan pelaksanaan hasil konsolidasi nasional pendidikan. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif PBNU), Harianto Oghie menyebutkan bahwa konsolidasi nasional yang telah dilaksanakan sejak Senin-Rabu, 28-30 April 2025 menghasilkan delapan isu strategis pendidikan.


Menurutnya, isu-isu tersebut penting untuk dibahas karena masih banyak kesenjangan dan permasalahan dalam sistem pendidikan di Indonesia yang perlu segera diperbaiki demi peningkatan kualitas pendidikan nasional.


“Delapan isu tersebut menjadi tugas bersama dan memerlukan waktu yang panjang. Yang terpenting adalah perlu komitmen dan keistiqamahan dalam pelaksanaannya,” ujarnya kepada NU Online pada Jumat (2/5/2025).


1. Wajib belajar 13 tahun dan pemerataan pendidikan untuk semua

Harianto menyampaikan bahwa program wajib belajar 13 tahun dan pemerataan pendidikan menjadi fokus utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui tiga aspek yaitu akses, mutu, dan tata kelola.


“Rencana Strategis membahas tentang strategi dan rencana aksi untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia. Sangat urgent dibahas, berkaitan dengan kualitas dan kesadaran akan pentingnya pendidikan,” katanya.


2. Program pembangunan dan revitalisasi satuan pendidikan

Ia mengatakan bahwa hingga saat ini masih banyak sekolah dan madrasah kekurangan sarana infrastruktur.


“Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan dan Revitalisasi Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, maka diperlukan pembangunan dan pengelolaan sekolah serta percepatan transformasi digitalisasi pembelajaran,” ucapnya.


3. Sistem penerimaan murid baru

Harianto menekankan pentingnya sistem penerimaan murid baru yang transparan dan bersih agar tidak terjadi diskriminasi.


“Pendidikan ini untuk semua. Praktik jual beli kursi di sekolah harus diatasi, transparansi, dan keadilan dalam proses penerimaan murid baru harus dikedepankan,” ucapnya.


4. Rapor pendidikan dan tes kemampuan akademik (TPA)

Ia menyampaikan bahwa rapor dan TPA merupakan indikator hasil belajar dan menjadi dasar pemetaan peningkatan kualitas pendidikan secara nasional.


“Hasil TPA bertujuan untuk memudahakan perencanaan berbasis data (PBD) dalam peningkatan kualitas pendidikan. Untuk siswa SMA/SMK, hasil TPA juga bisa digunakan sebagai syarat masuk perguruan tinggi,” ungkapnya.


5. Tata Kelola guru

Harianto mengatakan bahwa kesejahteraan guru menjadi salah satu fokus utama. Hal ini mencakup peningkatan gaji, status kepegawaian, dan pengembangan kompetensi, baik guru ASN maupun non-ASN.


“Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) perlu didorong untuk meningkatkan kualitas pendidik. Maka, perbaikan regulasi dan aturannya yang mendukung pengembangan guru harus segara dilakukan,” katanya.


6. Layanan pendidikan di wilayah 3T dan layanan pendidikan inklusif

Harianto menyampaikan bahwa akses pendidikan untuk wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), serta pendidikan inklusif, harus setara dengan sekolah-sekolah di pusat kota atau kabupaten.


“Peningkatan fasilitas sarana dan prasarana menjadi prioritas utama, dan tanpa diskriminasi,” tegasnya.


7. Pendidikan karakter

Ia menyoroti pentingnya pendidikan karakter sejak usia dini, yang telah diterapkan melalui Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, guna membentuk nilai integritas, empati, dan tanggung jawab.


“Pendidikan karakter diberikan pada usia dini bukan usia remaja, karena masih banyak kenaikan remaja seperti perundungan, kekerasan, dan intoleransi maka pentingnya nilai-nilai luhur diajarkan,” ujar Harianto.


8. Kedaulatan bahasa Indonesia dan revitalisasi bahasa daerah

Ia mengungkapkan keprihatinan terhadap penggunaan Bahasa Indonesia yang tidak tepat dan mulai teringgirkannya bahasa daerah.


“Nilai-nilai bahasa dan budaya akan dimasukkan ke dalam kurikulum melalui metode pembelajaran yang efektif, dan pengembangan mata pelajaran dengan muatan lokal,” ucapnya.


Harianto mengungkapkan bahwa delapan isu strategis tersebut berkaitan erat dengan penguatan nilai-nilai Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) dan Pancasila yang diajarkan di sekolah-sekolah Ma’arif NU.