Pesan Keshalehan dan Hormat kepada Orang Tua dalam Lagu Campursari Piweling
NU Online · Rabu, 23 April 2025 | 19:15 WIB
Kendi Setiawan
Penulis
Jakarta, NU Online
Para seniman—pencipta lagu—kerap menyuarakan pesan-pesan bermakna dalam lagu-lagu yang mereka tulis. Salah satunya Suharjiya, seorang pencipta lagu dari Gunungkidul Yogyakarta lewat lagu yang dia beri judul Piweling. Lagu dengan musik campursari khas Gunungkidul ini dibawakan oleh Gatot Sujarno, diluncurkan pada awal 2023.
Lagu Piweling, yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan secara bebas bermakna pengingat atau nasihat, berisi lirik-lirik dengan diksi mendalam dan sarat dengan nilai-nilai spiritual, moral, serta pesan kebajikan hidup.
Lagu ini merupakan bentuk wasiat batin—sebuah pesan terakhir dari seorang ayah kepada anak-anaknya, disampaikan dengan nuansa religius, kebijaksanaan Jawa, dan sentuhan kasih sayang seorang orang tua menjelang akhir hayat.
Kepada NU Online, Suharjiya yang juga seorang pemerhati pendidikan dan aktif di Sanggar Kegiatan Belajar Dinas Pendidikan Gunungkidul menceritakan lagu diawali dengan bowo atau puisi.
Baca Juga
Lirik Tasawuf dalam Lagu Noe Letto
“Bagian bowo ini sebenarnya puisi atau pesan dari rekan saya almarhum Pak Suprapto, yang semasa hidupnya kami kenal sebagai pribadi yang sabar dan bijaksana. Beliau merekam suaranya sendiri saat terbaring di rumah sakit, beberapa hari sebelum meninggal dunia,” kata Suharjiya, Rabu (23/4/2025)
Dalam rekaman itu, Suprapto menyanyikan sebuah bowo piweling yang berisi pesan-pesan mendalam untuk anak-anak dan keluarganya. Tak disangka, rekaman ini menjadi warisan terakhir yang sangat berharga.
“Beberapa hari setelah beliau dimakamkan, sang istri menemukan rekaman tersebut di ponsel almarhum. Rekaman itu kemudian diteruskan kepada salah satu kerabat, hingga akhirnya sampai kepada saya,” lanjut Suharjiya.
Sebagai bentuk penghargaan atas persahabatan mereka dan penghormatan kepada keluarga almarhum, Suharjiya lalu memutuskan untuk melanjutkan karya itu menjadi sebuah lagu utuh.
“Nada tembang yang awalnya bernuansa slendro kemudian diubah menjadi pelog bem (6) agar lebih sesuai dengan aransemen campursari. Namun esensi dan pesan dalam liriknya tetap dijaga sepenuh hati,” terang Suharjiya yang sebelumnya telah menghadirkan berbagai tema dalam lagu-lagu ciptaannya.
Bagi Suharjiya, bowo piweling yang diciptakan Suprapto mengandung nilai ajaran yang sangat bagus.
“Lagu ini adalah pesan untuk anak-anaknya, tentang makna kematian sebagai sowan, yaitu menghadap Hyang Allah, bukan sekadar ‘dipanggil’,” ujar Suharjiya.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan lirik-lirik baru yang terinspirasi dari perjuangan istri dan anak-anak almarhum selama merawat almarhum.
Salah satu bait yang begitu menyentuh berbunyi, “Bektio marang ibumu kang wus ngukir jiwa lan ragamu…”—sebuah nasihat yang menyiratkan pentingnya berbakti kepada orang tua.
Lagu Piweling tidak hanya menjadi karya seni, tetapi juga bentuk dokumentasi nilai-nilai luhur: kesabaran, cinta keluarga, dan keikhlasan dalam menerima takdir.
Ia berharap, lagu ini bisa menginspirasi generasi muda untuk tetap semangat dalam menjalani kehidupan, serta senantiasa menghormati orang tua.
Berikut lirik dan penjelasan lagu Piweling:
Bagian Bowo: Ngger, anakku/bakal teko kang tinunggu/ngadep mring Hyang Allah/Nderek mulya ing Ngarsane/Kowe kabeh kudu rukun lan waspada//
Jika diterjemahkan arti bagian ini sebagai berikut: Ngger, anakku akan datang waktu yang ditunggu-tunggu menghadap kepada Allah mendapat kemuliaan di hadapan-Nya. kalian semua harus rukun dan waspada
Ini adalah pengantar yang sangat personal—seorang ayah berbicara langsung kepada anaknya. Ia menyadari bahwa waktunya sudah dekat dan menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan momen yang dinanti: menghadap Sang Pencipta untuk memperoleh kemuliaan di sisi-Nya.
Masuk pada lirik lagu sebagai berikut:
Yen wus tekan titi wanci lan janji
aku ojo ditangisi
madep mantep sowan Gusti
kang kagungan panguasa sejati
ngendikane poro winasis jarene
urip ngono mampir ngombe
mula ayo eling Gusti
sesandingan kelawan kitab suci
Gumelaring jagat raya
iku tanda gedene Panguasa
bektio marang ibumu
kang wus ngukir jiwa lan rogomu
Piwelingku kang satuhu, anakku
mumpung pinaringan wektu
tindakno laku utomo
kanthi tulus ikhlas mring sasomo
Berikut arti lirik lagu tersebut:
Jika telah tiba masanya
janganlah menangisi kepergianku
menghadap kepada Gusti Allah
pemilik Kekuasaan yang sejati
Para bijak bestari berkata:
hidup di dunia ini hanyalah mampir minum
karenanya ingatlah kepada Allah
jadikan Kitab Suci (Al-Qur'an) sebagai pedoman
Jagat raya yang luas terhampar
Adalah tanda betapa besarnya Kekuasaan Allah
Berbaktilah kepada ibumu
dia yang membentuk jiwa dan ragamu
Pesanku: Bersungguh-sungguhlah
selagi masih diberi waktu
lakukanlah hal-hal baik
penuh tulus ikhlas kepada sesama.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
4
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
5
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
6
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
Terkini
Lihat Semua