Ini Cara Menyikapi Kontroversi Puasa Sunnah Bulan Rajab
NU Online Ā· Ahad, 14 Januari 2024 | 12:30 WIB
Ahmad Hanan
Kontributor
Jakarta, NU Online
Salah satu amalan yang sering dilakukan di saat datangnya bulan Rajab adalah puasa sunnah Rajab. Namun tak jarang ada yang mempermasalahkannya. Lantas bagaimana cara menyikapi kontroversi ini?
Dalam artikel NU OnlineĀ berjudul Penjelasan Seputar Kontroversi Kesunahan Puasa Rajab, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menjelaskan cukup detail mengenai permasalahan ini.
Ia menjelaskan bahwa setiap amalan yang dilakukan oleh umat Islam hendaknya memiliki dasar yang kuat, baik itu Al-Qurāan, hadits, ijmaā, maupun qiyas.
Baca Juga
Hukum Berpuasa di Bulan Rajab
āDari sini kemudian suatu amal ibadah dapat dimasukkan ke dalam dua kategori, sunnah atau bidāah. Amalan sunah adalah amalan yang memiliki pijakan dalam sumber agama Islam. Sedangkan amalan bidāah adalah amal yang tidak memiliki pijakan dalam Islam,ā jelasnya.
Ia kemudian memberikan penegasan bahwa ada hal yang perlu diingat, yakni amalan sunnah dan bidāah yang dibahas ini menurut definisi syariah, bukan secara bahasa yang cakupannya terlalu umum sehingga apa pun dapat dikenakan label bidāah.
Hal ini sebagaimana penjelasan dari seorang ulama Mazhab Hanbali, Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali yang ia kutip penjelasannya dalam Kitab Syarah Shahih Bukhari.
Baca Juga
Jumlah Hari Puasa Rajab
āIbnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, āYang dimaksud bidāah sesat itu adalah perkara baru yang tidak ada sumber syariah sebagai dalilnya. Sedangkan perkara baru yang bersumber dari syariah sebagai dalilnya, tidak termasuk kategori bidāah menurut syaraā/agama meskipun masuk kategori bidāah menurut bahasa',ā tulis Alhafiz.
Lalu bagaimana penjelasan mengenai puasa di bulan Rajab yang sering dilakukan oleh masyarakat, khususnya Indonesia? Ia menjelaskan bahwa tidak ada hadits yang bisa dipertanggungjawabkan menyebutkan anjuran untuk mengamalkan puasa sunnah Rajab secara lugas dan spesifik.
āTetapi yang perlu diingat, larangan untuk berpuasa di bulan Rajab juga tidak ditemukan di dalam Al-Quran, hadits, ijma'Ā sebagai sumber hukum Islam. Artinya, puasa sunnah di bulan Rajab tidak bisa dikatakan bidāah,ā ungkapnya.
Menurutnya, hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi yang penjelasannya terdapat di dalam Kitab Faidhul Qadir bi Syarhi Jamiāis Shaghir. Dalam keterangan tersebut, Imam Nawawi mengatakan bahwa tidak ada riwayat perihal puasa Rajab yang berisi anjuran dan larangan secara spesifik.
āImam An-Nawawi mengatakan, tidak ada riwayat perihal puasa Rajab yang berisi anjuran dan larangan secara spesifik. Tetapi ibadah puasa pada prinsipnya dianjurkan dalam agama,ā jelasnya.
Untuk itu, Alhafiz memberikan kesimpulan bahwa agama Islam menganjurkan secara umum ibadah puasa di bulan dan hari apa saja kecuali hari-hari larangan puasa yang disebutkan oleh agama secara lugas, yaitu puasa di dua hari raya Id dan hari tasyrik (11, 12,13 Dzulhijjah).
āArtinya, Rajab termasuk bulan di mana kita dianjurkan untuk berpuasa. Meskipun tidak ada dalil secara rinci, dalil umum menganjurkan umat Islam untuk mengamalkan puasa sunnah Rajab,ā bebernya.
āAdapun perbedaan pendapat di tengah masyarakat mesti disikapi dengan bijaksana. Setiap pihak tidak boleh memaksakan kehendaknya. Semuanya harus menghargai pandangan orang lain yang berbeda,ā tutup dia.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
4
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
5
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
6
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
Terkini
Lihat Semua