Nasional

Gus Yahya: Keturunan Timika dan Makassar Setara Martabatnya, Begitu Pula Keturunan Jawa dan Tarim

NU Online  ·  Selasa, 6 Mei 2025 | 07:00 WIB

Gus Yahya: Keturunan Timika dan Makassar Setara Martabatnya, Begitu Pula Keturunan Jawa dan Tarim

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam acara Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua Selatan di Semangga Jaya, Semangga, Merauke, Papua Selatan, Senin (5/5/2025). (Foto: TVNU/Junaidi Ghufron)

Merauke, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa semua manusia tanpa memandang latar belakang suku, ras, dan asal daerahnya adalah setara. Tidak ada perbedaan martabat di antara manusia atas dasar latar belakang apapun.


Hal itu ia sampaikan dalam acara Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua Selatan di Semangga Jaya, Semangga, Merauke, Papua Selatan, Senin (5/5/2025).


"Yang keturunan Papua Selatan, keturunan Merauke, setara martabatnya dengan keturunan Timika. Yang keturunan Timika setara dengan keturunan Makassar." katanya.


"Yang keturunan Makassar setara martabatnya dengan keturunan Jawa. Yang keturunan Jawa setara martabatnya dengan keturunan Tarim. Setara! Tidak ada perbedaan di antara kita," tegas Gus Yahya.


Menurutnya, hanya dengan prinsip tersebut, sesama umat manusia bisa sungguh-sungguh bersaudara. Ia menegaskan prinsip itu selaras dengan ajaran Rasulullah saw yang tidak membedakan sesama umat manusia.


"Tidak ada keunggulan Arab atas non-Arab, atau kulit hitam atas kulit putih. Kita semua setara sebagai anak Adam," kata Pengasuh Pondok Pesantran Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Gus Yahya menjelaskan bahwa walaupun berbeda-beda warna kulit, tetaplah bersaudara sesama bangsa Indonesia. Pesan ini khususnya relevan untuk Papua, bahwa sesama bangsa Indonesia harus bisa bersatu.


"Di sini, saudara-saudara kita berkulit hitam, sawo matang, kuning semua bisa bersatu karena kesadaran: kita satu bapak (Adam), satu tanah air, dan satu Tuhan," tuturnya.


Mukjizat sosial

Dalam kesempatan itu, Gus Yahya menegaskan bahwa persaudaraan bangsa Indonesia merupakan bukti nyata bahwa perbedaan bukan penghalang persatuan. Ia menyebut keragaman Indonesia sebagai 'mukjizat sosial' yang patut dijaga. 


"Indonesia punya 500 lebih suku, ratusan bahasa, dan warna kulit beragam. Tapi kita tetap bersatu karena sadar, kita semua saudara sebangsa,"ujarnya 


Gus Yahya mencontohkan harmonisasi NU-Muhammadiyah yang sering sekali berbeda dalam berbagai pemahaman, tetapi persaudaraan antara keduanya tidak pernah putus. 


"NU sama Muhammadiyah itu mulai puasa isinya beda, mau lebaran sering beda. Tapi karena kita semua sadar, bahwa kita semua saudara sebangsa, sama-sama bangsa Indonesia, maka kita mampu menjaga terus kemampuan untuk bersaudara di antara kita."


Gus Yahya memberikan pesan kepada semuanya bahwa NU harus terus menjadi teladan atas keragaman yang ada di Indonesia. "NU harus terus menjadi teladan, membuktikan bahwa peradaban mulia bisa dibangun di atas keragaman," pungkasnya.