Nasional

Dewan Pers Tegaskan Media adalah Wakil Masyarakat

NU Online  ·  Sabtu, 3 Mei 2025 | 15:00 WIB

Dewan Pers Tegaskan Media adalah Wakil Masyarakat

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu saat Seminar Media Sustainability: Strengthening Democracy dan Trust serta Hari Kebebasan Pers 2025, di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu (3/5/2025). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Indonesian Institute of Journalism)

Jakarta, NU Online

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan bahwa media bukan sekadar penyampai informasi, tetapi menjadi corong bagi suara-suara yang sering kali tidak terdengar langsung di ruang publik.


Hal itu dikatakannya saat Seminar Media Sustainability: Strengthening Democracy dan Trust serta Hari Kebebasan Pers 2025, di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu (3/5/2025).


"Media adalah wakil masyarakat untuk menyuarakan suara-suara yang tidak selalu disuarakan secara langsung oleh publik atau sebaliknya. Ada hal-hal penting yang perlu disuarakan oleh pemangku kepentingan kepada publik, maka pers media menjadi pilar keempat karena posisinya adalah mewakili publik dan itu representasi juga di dewan pers," katanya.


Menurut Ninik, keberadaan wakil masyarakat di Dewan Pers merupakan bentuk pengakuan bahwa pers memiliki mandat publik. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar semua kebijakan yang menyangkut dunia pers melibatkan unsur masyarakat secara nyata.


"Kenapa ada wakil masyarakat di Dewan Pers? Rupanya karena ada konstituen jurnalis (dan) ada konstituen perusahan pers, harus ada wakil-wakil masyarakat ini. Jadi jangan coba-coba bikin regulasi tanpa ada wakil masyarakat di Dewan Pers, tidak bisa," jelasnya.


Lebih lanjut, Ninik mengkritisi proses legislasi dan perumusan kebijakan di Indonesia yang kerap kali tidak mencerminkan kebutuhan riil masyarakat. Ia menyoroti bagaimana publik harus berjuang keras untuk didengar hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK) demi mendapatkan meaningful participation atau partisipasi yang bermakna.


"Bagaimana masyarakat bisa menyampaikan pandangannya dalam konteks legislasi ikut merancang, ikut terlibat dalam penyusunan, ikut memberikan respons kalau kebijakan itu belum mencerminkan kebutuhan masyarakat, sampai tertatih-tatih meminta kepada MK sehingga keluar keputusan yang meaningfull partisipation," ujarnya.


Dalam konteks perumusan kebijakan, Ninik juga menekankan pentingnya membedakan antara keinginan masyarakat dan kebutuhan masyarakat. Ia menilai bahwa hingga kini, kebijakan negara masih banyak yang belum merepresentasikan kebutuhan riil rakyat.


Ia juga menjelaskan bahwa partisipasi publik dalam demokrasi memiliki tiga unsur penting yaitu; didengar, dipertimbangkan, dan diintegrasikan dalam pengambilan keputusan. Sayangnya, menurutnya, unsur ketiga paling sering diabaikan oleh pembuat kebijakan.


"Ketiga ini yang paking sering ditinggalkan, katika kebijakan itu disusun, didiskusikan, dan masukan masyarakat tidak diintegrasikan para pemangku punya kewajiban menjelaskan kepada publik kenapa usulannya tidak dimasukan, kenapa masukan-masukannya tidak diintegrasikannya saat ini tap untuk waktu yang kemudian," jelasnya.


"Jawaban ini penting sekali bagi publik, karena memang kekuasaan demokrasi itu ada di rakyat," tambahnya.