Nasional

Alissa Wahid: Ulama Perempuan Punya Peran dalam Membangun Bangsa Indonesia

NU Online  ·  Ahad, 18 Mei 2025 | 20:00 WIB

Alissa Wahid: Ulama Perempuan Punya Peran dalam Membangun Bangsa Indonesia

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid saat berbicara dalam Acara Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia dengan tema Kita Semua Punya Guru Perempuan, Saatnya Kita Bangkit Bersama di Masjid Puser Bumi Gunung Jati, Cirebon pada Ahad (18/5/2025). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Fahmina TV)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menegaskan bahwa ulama perempuan mempunyai peran dalam membangun bangsa Indonesia. Ia menilai penting untuk mencatat kembali peran perempuan dalam sejarah yang selama ini kerap diabaikan.


"Kita semua menyadari betul bahwa ulama perempuan selalu hadir dalam perjuangan bangsa Indonesia, bahkan sejak nama Indonesia pun belum kita sepakati,” ujarnya dalam Acara Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia dengan tema Kita Semua Punya Guru Perempuan, Saatnya Kita Bangkit Bersama di Masjid Puser Bumi Gunung Jati, Cirebon pada Ahad (18/5/2025).


Ia menyampaikan salah satu contoh nyata peran ulama perempuan terlihat pada kiprah Muslimat NU pada akhir 1960-an. Saat itu, mereka merespons secara aktif tingginya angka kematian ibu dan bayi akibat proses kelahiran yang tidak aman. Tanpa inisiatif dari Muslimat NU, persoalan kesehatan ibu dan anak akan menjadi beban besar bagi bangsa. Kepedulian dan kerja-kerja konkret ini menjadi salah satu fondasi penting dalam pembangunan sektor kesehatan di Indonesia.


Selain itu, Alissa juga menyoroti kontribusi perempuan dalam bidang pendidikan. Ia menyebutkan tokoh ulama perempuan seperti Nyai Khoiriyah Hasyim Asy'ari merupakan pelopor pendirian pesantren putri, yang membuka akses pendidikan bagi santri perempuan. Selain itu, ada pula Siti Aisyah We Tenriolle dari Suku Bugis, tokoh emansipasi perempuan yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan melalui pendidikan dan literasi.


Ia menambahkan tokoh perempuan lainnya yang patut untuk dikenang, antara lain Nyai Siti Sarah dan Nyai R Djuaesih, yang berperan penting dalam pembentukan organisasi Muslimat NU.


“Mari, kita coba bayangkan gerakan perempuan Muslim Indonesia tanpa Siti Walidah Ahmad Dahlan diparuh pertama abad 20 dan tanpa Nyai Sholichah Wahid Hasyim diparuh kedua abad 20, dan tentu para ulama perempuan lainnya,” ucapnya.


Lebih lanjut, Alissa menyoroti pentingnya membuka ruang kepemimpinan bagi perempuan dalam organisasi keagamaan. Saat ini, ia menjadi salah satu dari dua perempuan yang menduduki jabatan ketua PBNU. Keputusan ini sempat memunculkan pertanyaan dari sebagian kalangan ulama. Namun, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memberikan jawaban tegas di berbagai forum.


“Kiai Yahya di berbagai forum terbuka, beliau mengatakan bahwa ketika memilih pengurus, saya mencari yang mampu, saya mencari yang kompenten, saya menganggap Alisa mampu, tunjukkan laki-laki yang bisa lebih baik dari Alissa, saya akan ganti dia. Begitu katanya,” ujar Alissa.


Alissa menyampaikan bahwa pernyataan Gus Yahya tersebut merupakan bentuk pengakuan atas kompetensi perempuan dalam memimpin. Hal ini menjadi langkah penting dalam menghapus stigma dan membuka jalan bagi ulama perempuan untuk terus berperan aktif dalam ruang publik.