Warta

NU-Muhammadiyah Kembali Bahas Penyatuan Awal Bulan Hijriyah

Kam, 6 Desember 2007 | 06:16 WIB

Yogyakarta, NU Online
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah hari ini, Kamis (6/12), kembali mengadakan pertemuan untuk membahas penyatuan dalam penentuan awal bulan Hijriyah, terutama untuk penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal dan Dzulhijjah. Pertemuan sebelumnya diadakan di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta, pada awal Oktober lalu menjelang hari raya Idul fitri 1 Syawal.

Pertemuan menjelang hari raya Idul Adha kali ini diadakan di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Cik Ditoro, Yogyakarta. Dari NU diwakili oleh Lajnah Falakiyah PBNU, sementara Muhammadiyah diwakili oleh Majelis Tarjih yang keduanya membidangi persoalan penentuan awal bulan Hijriyah. Pertemuan difasilitasi oleh Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Departemen Agama RI.

<>

Dirjen Bimas Islam KH Nasaruddin Umar saat membuka acara menyatakan, pertemuan dua organisasi besar itu tidak terburu-buru berorientasi pada penyatuan penentuan awal bulan Hijriyah. Menurutnya, target utama pertemuan itu adalah saling bermuwajahah atau bertemu dan menyampaikan gagasan masing-masing, sembari mencari kemungkinan-kemungkinan adanya penyatuan kriterian penentuan awal bulan.

"Kita tidak berorientasi pada hasil. Kita sedang mencari solusi yang terbaik, dan segala sesuatu tidak perlu diwujudkan dari atas (pemerintah, red), karena kalau itu terjadi maka hasilnya tidak akan permanen," katanya.

Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas yang memandu jalannya pertemuan itu mengatakan, umat Islam di Indonesia sangat berharap masing-masing organisasi Islam bisa menjalankan ibadah puasa dan hari raya secara bersamaan. Menurutnya, perbedaan penentuan awal bulan Hijriyah difahami sebagai konflik.

"Bagi kalangan pemimpin organisasi perbedaan itu mungkin hal yang biasa. Namun bagi masyarakat perbedaan berarti tidak ada ukhuwah Islamiah (persaudaraan). Kalau didialogkan, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin," kata Ketua PP MUhammadiyah yang membidangi MNajelis Tarjih itu.

Hingga berita ini diturunkan, pertemuan itu belum selesai. Masing-masing organisasi menyampaikan pemikirannya mengenai metode penentuan awal bulan berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadits Nabi beserta argumentasi ilmiyahnya. Dari PBNU penyampaian pertama diwakili oleh Ketua Lajnah Falakiyah KH Ghazali Masroeri dan sementara dari Muhammadiyah diwakili oleh Ketua Majelis Tarjih Syamsul Anwar. Pertemuan dihentikan sementara waktu untuk menjalankan shalat dhuhur. (nam)