MK Putuskan Pendidikan Dasar Harus Dibiayai Negara, Pergunu: Harus Dimasukkan di RUU Sisdiknas
NU Online · Selasa, 27 Mei 2025 | 20:30 WIB
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta harus dibiayai oleh negara atau digratiskan.
Putusan ini dibacakan dalam sidang perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang menguji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang digelar pada Selasa (27/5/2025) di Jakarta.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Achmad Zuhri meminta putusan MK segera dikonsolidasikan oleh pemangku kebijakan pendidikan, khususnya Menteri Pendidikan dan Keuangan.
Putusan ini, lanjut Zuhri, harus diperkuat lagi agar dimasukkan di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang sedang dirancang pemerintah.
"Ini momentumnya tepat," kata Zuhri kepada NU Online, Selasa (27/5/2025).
Pergunu mendorong pemerintah pusat maupun daerah segera membuat aturan dan penyesuaian pembiayaan pendidikan untuk sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta, agar tidak lagi membebani masyarakat.
"Penyelenggara pendidikan juga perlu melakukan konsolidasi untuk mengawal putusan ini supaya implementasinya bisa memenuhi rasa keadilan," imbuhnya.
Zuhri berpandangan bahwa putusan MK sudah sesuai prinsip negara kesejahteraan atau welfare state. Negara mesti hadir memberikan jaminan pendidikan yang gratis secara menyeluruh dan memberikan jaminan biaya gratis pada sektor pendidikan.
"Meskipun masih tahap pendidikan dasar, harapannya sampai kepada pendidikan tinggi," kata Dosen Ilmu Komunikasi UIN Yogyakarta itu.
Kemenangan bagi hak atas pendidikan
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan bahwa ini kemenangan monumental bagi hak asasi manusia atas pendidikan dan penegasan bahwa negara wajib hadir memastikan pendidikan dasar yang berkualitas, inklusif, dan bebas biaya bagi seluruh anak bangsa, tanpa memandang apakah sekolah tersebut diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun masyarakat (swasta).
"Hari ini adalah hari bersejarah bagi pendidikan Indonesia! MK telah menunjukkan keberanian dan kebijaksanaan dalam menafsirkan konstitusi untuk keadilan pendidikan," ujar Ubaid.
Putusan ini, kata Ubaid, membuka jalan bagi berakhirnya diskriminasi pembiayaan pendidikan yang selama ini membebani jutaan keluarga.
"Ini adalah pengakuan bahwa anggaran 20 persen pendidikan dari APBN dan APBD harus benar-benar dialokasikan secara adil untuk pendidikan dasar tanpa dipungut biaya di semua jenis sekolah, baik negeri maupun swasta," tegasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan uji materiil Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) khususnya terkait frasa wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Dalam Amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024, Mahkamah menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Selain itu, dalam pertimbangan hukum, Mahkamah menegaskan sekolah/madrasah swasta tidak dilarang sepenuhnya membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan yang berasal dari peserta didik atau sumber lain selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun bantuan pendidikan bagi peserta didik yang bersekolah di sekolah swasta, tetap hanya dapat diberikan kepada sekolah/madrasah swasta yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu berdasarkan peraturan yang berlaku.
Putusan dari permohonan yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum ini diucapkan pada Selasa (27/5/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Mahkamah menilai berkenaan dengan frasa wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang secara eksplisit penerapannya hanya berlaku bagi sekolah negeri, hal tersebut menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri, sebagaimana didalilkan para Pemohon.
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
4
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Jamaah Diimbau Hindari Sebar Video Menyesatkan, Bisa Merusak Ibadah Haji
Terkini
Lihat Semua