Syarif Abdurrahman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Tawaf harus dilakukan dalam keadaan suci. Tawaf memiliki kesamaan dengan shalat dari sisi pelaksanaannya yang mensyaratkan keadaan suci (dari hadats dan najis) dan menutup aurat.
Problem muncul saat di pertengahan tawaf, jamaah haji mengalami hadats, semisal kentut atau bersentuhan kulit dengan lawan jenis bukan mahram.
Baca Juga
Lafal Niat Shalat Sunnah Tawaf
Ustadz M Mubasysyarum Bih menjelaskan bila di pertengahan tawaf jamaah haji berhadats, maka tawaf harus dihentikan sementara. Jamaah haji berkewajiban berwudhu terlebih dahulu. Setelah bersuci, cukup melanjutkan putaran tawaf yang telah dilakukan.
Hal ini sebagaimana dikutip NU Online dari artikelnya berjudul Saat Berhadas di Pertengahan Tawaf, Rabu (28/5/2025)
Menurutnya, hal ini berlaku juga dalam kasus terkena najis atau terbukanya aurat di pertengahan tawaf, setelah auratnya kembali tertutup atau najisnya dihilangkan, cukup melanjutkan bilangan tawaf yang didapat.
Hanya saja, sebaiknya jamaah haji memulai putaran tawaf dari awal setelah kembali suci, supaya bisa keluar dari perbedaan ulama yang mewajibkan memulai putaran tawaf.
Baca Juga
Ini Penjelasan Lengkap Seputar Tawaf
Namun, masalahnya menjaga wudhu saat tawaf bukan hal yang mudah. Muncul penyebab batalnya wudhu yang tidak bisa dihindari, seperti bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram ketika tawaf. Sebab ini jadi salah satu penyebab batalnya wudhu, sebagaimana pendapat mayoritas ulama mazhab Syafi’i.
Menanggapi hal ini, Ustadz Sunnatullah dalam artikelnya di NU Online yang berjudul Solusi agar Ibadah Haji selalu dalam Keadaan Suci menjelaskan beberapa cara agar tetap suci ketika tawaf di tengah sulitnya menjaga untuk tidak bersentuhan kulit dengan selain mahram.
Cara pertama, secara umum ulama dalam mazhab Syafi'i mengatakan bahwa yang menyentuh dan disentuh kulitnya adalah batal wudhunya. Namun, Imam al-Mahalli dalam kitab Kanzur Raghibin Syarh Minhajit Thalibin, mengatakan bahwa ketika bersentuhan lelaki dan perempuan maka yang batal adalah yang menyentuh saja.
Imam Nawawi, ulama mazhab Syafi'i dalam kitab Al-Idhah fi Manasikil Hajj wal Umrah menjelaskan bagi orang yang disentuh, terdapat dua pendapat. Pendapat yang paling sahih adalah batal wudhunya orang yang disentuh. Itu merupakan redaksi tekstual yang terdapat dalam mayoritas kitab-kitab Syafii. Sementara pendapat kedua mengatakan tidak batal. Pendapat ini dipilih oleh sebagian kecil golongan pengikut Syafi'i.
Imam Nawawi kemudian memberi arahan bagi orang yang tawaf untuk menggunakan pendapat minoritas ini sebab keadaan yang memang sangat sulit dihindari. Dengan begini, jamaah tetap mengikuti madzhab syafi'i asalkan tidak menyengaja menyentuh lawan jenis. Selama tidak menyengaja, tidak membatalkan wudhu.
Cara kedua, bagi orang yang menyentuh bisa mengikuti pendapat ulama mazhab Maliki dan ulama kalangan mazhab Hanafi, yang mengatakan bahwa wudhunya tidak batal. Pendapat ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syamsuddin Abu Bakar as-Sarkhasi (wafat 483 H), dalam kitab al-Mabsuth lis Sarkhasi.
Hanya saja, orang-orang yang hendak mengikuti pendapat ini, wudhunya juga harus sah menurut mazhab yang diikuti. Misal di antaranya adalah, dalam mazhab Maliki harus menggosok anggota wudhu, cepat-cepat (muwalah), dan mengusap semua kepala.
Artinya mengikuti mazhab lain itu mulai dari syarat rukun hingga batalnya wudhu, tidak boleh setengah-setengah. Bagi masyarakat umum, hal ini cukup rumit.
Ketiga, jika khawatir wudhunya batal karena kentut. Jamaah haji bisa membawa semprotan air atau botol spray. Membawa botol semprotan kecil berisi air bisa membantu jamaah menjaga kesegaran dan wudhu, terutama saat cuaca sangat panas.
Semprotan air ini juga bisa digunakan untuk membasuh sebagian tubuh jika diperlukan tanpa harus pergi ke tempat wudhu.
Mengutip artikel Ustadz Zainul Millah di NU Online, hukum wudhu menggunakan botol spray dapat dihukumi sah dengan ketentuan air dapat sampai mengalir pada anggota tubuh yang wajib dibasuh secara merata dan tidak sekedar basah.
Karena itu, jika air sangat sedikit dan tidak dapat mengalir pada anggota tubuh yang wajib dibasuh secara merata, maka hukum wudhunya tidak sah.
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
6
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
Terkini
Lihat Semua