Pesantren Daarul Rahman Jakarta Berkomitmen Ciptakan Lingkungan Pendidikan Bebas Bullying
Ahad, 4 Mei 2025 | 16:05 WIB

Para santri putra dan putri Daarul Rahman mengikuti wokrshop antibullying (Foto: Achmad Risky/NU Online)
Jakarta, NU Online
Pondok Pesantren Daarul Rahman yang dipimpin tokoh sepuh NU, KH Syukron Makmun, berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas bullying atau perundungan. Komitmen itu ditunjukkan dengan menggelar workshop bertema "Mewujudkan Pesantren Bebas Bullying" di Aula Pondok Pesantren Daarul Rahman, Cipedak, Jakarta Selatan, Sabtu (3/2/2025) siang.
Kegiatan tersebut diikuti 250 santri putra dan putri dengan menghadirkan Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Bahrul Fuad sebagai narasumber. Cak Fu, sapaannya, mengutarakan bahwa pesantren perlu membentuk mekanisme pengaduan inklusif bagi korban perundungan.
"Saya sampaikan, bagaimana santri bisa menyampaikan, bisa mengadu itu adalah tugas dari pengasuh, ustadz ustadzah untuk menciptakan pengaduan yang terbuka. Jadi diumumkan saja, harus dibuat tim," ujarnya.
Tim tersebut, menurutnya, bertugas untuk menyelidiki, mengklarifikasi dan membimbing pelaku perundungan sekaligus merahasiakan pengadu yang menjadi korban.
Ketua Sub Pengaduan dan Pemantauan Komnas Perempuan itu menekankan agar pesantren menghindari pendekatan memarahi saat membimbing pelaku.
"Pelaku itu kalau kemudian dimarahi, diselesaikan dengan dimarahi, dihukum, dia tidak akan pernah sembuh karena itu penyakit. Maka harus disembuhkan dengan terapi juga, terapi konseling," terangnya menjawab pertanyaan salah satu santri kelas 4.
Tak kalah penting, menurutnya pengasuh dan pengurus perlu merancang mekanisme kontrol berbentuk peraturan. Hal ini untuk memantau perilaku yang mengarah kepada tindakan perundungan.
Dalam pemaparan yang berlangsung selama sekitar satu jam itu, Cak Fu pun menyarankan untuk menggunakan pendekatan dialog konstruktif. Pendekatan untuk menghindarkan kesalahpahaman antara pihak pesantren dan orang tua pelaku.
"Bagaimana kalau orang tua pelaku tidak terima anaknya dihukum? Maka yang harus dilakukan adalah dialog konstruktif, antara pihak pengasuh dengan orang tua," tandasnya.
Ketua pelaksana Muhammad Sabik Hakiki mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk menambah wawasan santri soal kepemimpinan, seperti problem solving hingga pencegahan dan penanganan perundungan di pesantren.
"Pembekalan ini sebagai upaya pesantren untuk meminimalisir atau mencegah praktik kekerasan berbasis fisik atau online yang masih kerap terjadi. Jadi kita bareng-bareng berusaha membangun lingkungan pendidikan yang nyaman dan inovatif," katanya.
Dengan modal keilmuan ala pesantren ditambah wawasan dinamika di luar pesantren, pengurus baru akan dapat mengaktualisasikannya ke dalam roda kepengurusan yang akan digerakkannya. Pada saat yang sama, membiasakan santri berpikir dan bertindak secara kontekstual inovatif.
"Kami berharap setelah ini para santri mampu menghadapi segala kemungkinan dengan tanggung jawab ya. Jika nanti dihadapkan dengan suatu persoalan mampu melihat duduk perkaranya," harap alumnus Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah itu.