Nasional

Kemenag Jelaskan soal Kartu Nusuk Belum Terbit dan Jamaah Haji Tercecer ke Kloter Lain

Senin, 12 Mei 2025 | 18:00 WIB

Kemenag Jelaskan soal Kartu Nusuk Belum Terbit dan Jamaah Haji Tercecer ke Kloter Lain

Ilustrasi: sejumlah jamaah haji Indonesia dari Batam di Terminal Bus Syib Amir Makkah usai melaksanakan umrah wajib pada Ahad (11/5/2025). (Foto: NU Online/Patoni)

Makkah, NU Online

Jamaah haji Indonesia tetap dilayani dan dipenuhi hak-haknya meskipun sejumlah persoalan seperti tertundanya penerbitan kartu Nusuk dan berpisahnya satu keluarga ke kloter lain sehingga bercampur dengan kloter lain yang menimpa sebagian jamaah haji.


Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama RI Muchlis Muhammad Hanafi mengatakan bahwa Kemenag terus mengintensifkan komunikasi, koordinasi, hingga intervensi kebijakan terhadap syarikah-syarikah penyedia layanan jamaah haji.


"Sebenarnya ketentuannya itu dia harus diserahkan kepada jamaah 1x24 jam sejak ketibaan jamaah di Arab Saudi. Namun dalam praktiknya di lapangan ada banyak kendala," kata Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kemenag Muchlis Hanafi di Kantor Daker Makkah, Senin (12/5/2025).


Dia mengatakan penerbitan hingga penyerahan kartu Nusuk untuk jamaah haji RI merupakan tanggung jawab syarikah atau perusahaan layanan haji. Kemenag sendiri telah menjalin kerja sama dengan delapan syarikah untuk melayani jamaah haji RI.


Muchlis mengatakan syarikah-syarikah tersebut telah menyiapkan sejumlah antisipasi terkait keterlambatan terbitnya kartu Nusuk. Antara lain dengan memberi identitas cadangan bagi jamaah haji RI.


"Ada sejumlah kendala sehingga sampai masuk ke Makkah ada jamaah yang belum mendapat Nusuknya dan ini tanggung jawab syarikah. Backup-nya syarikah memberikan kartu identitas juga," ujarnya.


Dia meminta jamaah tetap tenang meski belum menerima kartu Nusuk. Muchlis mengatakan Kemenag terus berkoordinasi agar syarikah bisa segera menyerahkan kartu Nusuk ke jamaah begitu kartu diterbitkan oleh sistem Arab Saudi.


"Karena penerbitan kartu Nusuk ini ada di kendali syarikah," kata Muchlis.


Soal Kloter campuran, Muchlis mengatakan bahwa idealnya jamaah dari satu kloter dilayani satu syarikah atau perusahaan layanan haji sehingga diinapkan dalam satu hotel yang sama saat di Makkah. Namun, katanya, ada sejumlah hal yang membuat rencana itu tak dapat dilakukan.


"Terkait kloter campuran ini, satu kloter terdiri dari jamaah berbagai syarikah. Kita tahun ini penyediaan layanan haji bagi jamaah kita di Arab Saudi dilakukan delapan syarikah. Idealnya satu kloter dilayani satu syarikah, one kloter one syarikah. Idealnya begitu," kata Muchlis.


Dia mengatakan ada beberapa persoalan seperti terlambatnya visa haji beberapa jamaah hingga berujung jamaah dalam satu kloter terpisah di beberapa syarikah. Muchlis mengatakan Kemenag telah berupaya agar jamaah dari satu kloter tetap menginap di satu hotel yang sama saat di Madinah meski ditangani syarikah berbeda.


Namun, Muchlis menyebut jamaah harus diinapkan sesuai dengan syarikah yang melayani saat di Makkah. Hal inilah yang membuat jamaah dari satu kloter menginap terpisah di beberapa hotel saat tiba di Makkah.


"Karena layanan di Makkah ini berbasis syarikah, maka konsekuensinya penempatan jamaah di hotel juga disesuaikan berdasarkan syarikah penyedia layanan," ujar Ketua Petugas Penyelanggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi ini.


Muchlis menjamin hal tersebut tidak akan mengurangi hak para jamaah haji Indonesia. Dia mengatakan seluruh layanan mulai dari penginapan, konsumsi hingga transportasi akan diberikan sesuai standar yang telah ditetapkan.


Muchlis juga mengatakan penempatan jamaah di hotel sesuai syarikah akan memudahkan saat pelaksanaan wukuf di Arafah hingga mabit di Muzdalifah dan Mina atau Armuzna yang merupakan puncak haji. Dia menyebut seluruh layanan di Armuzna diatur oleh syarikah.


"Penataan berbasis syarikah ini justru akan memperkuat efektivitas layanan. Jadi memang Kementerian Haji itu strict (ketat). Harus berbasis syarikah. Harapan mereka lebih efektif diberikan terutama fase Armuzna ya. Ini fase yang paling krusial," ucapnya.


Muchlis mengatakan Kemenag telah berkoordinasi dengan delapan syarikah agar jamaah suami-istri, jamaah lansia atau jamaah disabilitas yang berangkat dengan pendamping bisa diinapkan di hotel yang sama meski berbeda syarikah. Dia menyebut urusan kemanusiaan juga menjadi fokus para syarikah itu.


"Faktor kemanusiaan itu tidak bisa diabaikan. Mereka sangat memperhatikan itu," ucapnya.