Fragmen

Mbah Kiai Muhammad Hadi Girikusumo, Penyebar Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah

Jumat, 11 April 2025 | 16:00 WIB

Mbah Kiai Muhammad Hadi Girikusumo, Penyebar Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah

Potret makam Kiai Muhammad Hadi Girikusumo. (Foto: NU Online/Ajie Najmuddin)

Mbah Kiai Muhammad Hadi Girikusumo, dikenal sebagai salah satu Mursyid Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah. Ajaran tarekat inilah yang kemudian menjadi ciri khas dari pesantren yang ia dirikan yang dikenal dengan nama Pesantren Girikesumo, yang masih bertahan hingga saat ini.


Mbah Kiai Muhammad Hadi merupakan orang pertama yang membawa tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah ke Jawa, lalu menyebarkannya. Beliau mengambil baiat tarekat kepada Syekh Sulaiman Zuhdi, Makkah. Sanad tarekatnya, sebagaimana dikutip dari artikel Syamsul Bakri berjudul Kiai Manshur Popongan, Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut:


Syekh Muhammad Hadi Bin Muhammad Thohir, dari Syekh Sulaiman Zuhdi, dari Syaikh Ismail Al Barusi, dari Syekh Sulaiman Al Quraini, dari dari Syekh Ad Dahlawi, dari Syaikh Habibullah, dari Syekh Nur Muhammad Al Badwani, dari Syekh Syaifudin, dari Syekh Muhammad Ma’sum, dari Syekh Ahmad Al Faruqi, dari Syekh Ahmad Al Baqi’ Billah, dari Syekh Muhammad Al Khawaliji, dari Syekh Darwisy Muhammad, dari Syekh Muhammad Az Zuhdi, dari Syaikh Ya’kub Al Jarkhi, dari Syekh Muhammad Bin Alaudin Al Athour, dari Syekh Muhammad Bahaudin An Naqsabandy, dari Syekh Amir Khulal, dari Syekh Muhammad Baba As-Syamsi, dari Syekh Ali Ar Rumaitini, dari Syaikh Mahmud Al Injiri Faqhnawi, dari Syekh Arif Riwikari, dari Syekh Abdul kholiq al Ghajwani, dari Syekh Yusuf Al Hamadani, dari Syekh Abi Ali Fadhal, dari Syekh Abu Hasan Al Kharwani, dari Syekh Abu Yazid Thaifur Al Busthoni, dari Syekh Ja’far Shodiq, dari Syekh Qosim Muhammad, dari Syekh Sayyid Salman al Farisi, dari Abu Bakar Ash-Shidiq, dari Nabi Muhammad.


Sejak era Mbah Kiai Muhammad Hadi, Pesantren Girikesumo kemudian menjadi pusat penyebaran tarekat Naqsyabandiah Khalidiyah di Jawa Tengah. Beberapa ulama Besar Jawa yang sanad tarekatnya bersambung kepada Mbah Hadi antara lain Mbah Mansur Popongan Klaten, Mbah Arwani Kudus, Mbah Abdullah Salam Kajen Pati, Mbah Hamid Kajoran, Mbah Mangli Magelang.


Hingga kini, proses pengajaran tarekat di Girikesumo sendiri masih terus berlangsung. Setidaknya, setiap bulan-bulan tertentu, para murid mengadakan tawajuhan (bertemu) dengan guru mursyid. Biasanya dengan melakukan proses suluk selama 10 hari berturut-turut. Maka tidak heran, apabila masih sering dijumpai santri-santri sepuh yang berada di sekitar pondok, yang berbaur dengan para santri mukim. Seperti halnya yang penulis jumpai saat berkunjung ke sana, di tahun 2023 lalu.


Berdiri tahun 1868

Girikusumo merupakan nama sebuah wilayah yang terletak di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Sesuai dengan namanya giri yang bermakna gunung atau daerah perbukitan, dari kejauhan kita dapat melihat pemandangan bukit yang berada di sisi selatan. Nama wilayah Girikusumo inilah yang kemudian dinisbatkan menjadi nama pesantren, Pesantren Girikesumo.


Bila kita mengunjungi pesantren ini, di gapura pintu masuk akan disambut dengan tulisan Arab: Masjid Jami’ Baitussalam. Masjid Baitussalam (dahulu hanya disebut sebagai Masjid Girikusumo, pen) inilah yang disebut sebagai tonggak awal pesantren. Tahun berdirinya masjid ini, diabadikan pada sebuah prasasti yang terletak dipasang di salah satu dinding bangunan dalam masjid.


Pada prasasti beraksara Arab pegon tertulis, “ikilah penget adeke Masjid Dukuh Girikusumo, Tahun Ba Hijriyyah Nabi shollallahu alaihi wassalam 1288 Wulan Rabiul Akhir tanggal ping nembelas awit jam songo dalu jam satu dalu rampung, yasane Kyahi Muhammad Giri uga sarta sekabehe wong ahli mukmin 2 kang hudlur 2. Taqabblalahu ta’ala. Amin 3” 


(Inilah pengingat berdirinya Masjid Dukuh Girikusumo, Tahun Ba, 1288 Hijriah, Tanggal 16 Bulan Rabiul Akhir, Jam 9 sampai 1 malam. Jasa dari Kiai Muhammad Giri serta semua umat mukmin yang hadir. Taqabbalallahu ta’ala. Amin 3x)


Dari keterangan yang tertulis pada prasasti ini, dapat diketahui bangunan pertama pesantren, yakni masjid, dibangun pada tanggal 16 Rabiul Akhir 1288 H atau bertepatan dengan tahun 1868 M. Sementara nama yang disebut, yakni Kiai Muhammad Giri menjadi pengasuh pertama pesantren yang ia dirikan bersama warga lainnya.


Menurut keterangan yang penulis dapatkan dari Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Girikusumo, Gus Hanif Maimun. Kiai Muhammad Giri ini dikenal memiliki banyak nama sapaan, di antaranya Muhammad Hadi, Hasan Muhibbat, dan Ki Ageng Giri.


Kiai Muhammad Giri (selanjutnya kita sebut sebagai Mbah Kiai Muhammad Hadi) adalah putra dari Kiai Thohir bin Kiai Irsyad, bin Kiai Shodiq (Mbah Jago), yang nasabnya terus bersambung hingga Sunan Bayat Klaten dan juga Syekh Maulana Ishak Pasai.


Seperti yang telah penulis sebutkan di awal, Mbah Kiai Muhammad Hadi dikenal sebagai salah satu Mursyid Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah. Ajaran tarekat inilah yang kemudian menjadi ciri khas dari pesantren yang ia dirikan yang dikenal dengan nama Pesantren Girikusumo, yang masih bertahan hingga saat ini.


Mbah Hadi mengangkat dua putranya, yakni Kiai Manshur dan Kiai Zahid sebagai mursyid tarekat. Dari Kiai Manshur menyebarkan tarekat melalui para badal, di antaranya ada yang sudah menjadi mursyid, yaitu Kiai Arwani (Kudus), Kiai Salman Popongan (Klaten) yang dilanjutkan oleh Gus Multazam, dan Kiai Abdul Mi’raj (Candisari Demak) yang dilanjutkan oleh Kiai Khalil.


Sementara dari Kiai Zahid, tarekat berkembang di Pantai Utara Jawa, diteruskan oleh Kiai Zuhri, hingga sekarang kepada Kiai Munif. Kiai Zahid juga meneruskan estafet kepemimpinan pesantren, setelah Mbah Kiai Muhammad Hadi wafat di tahun 1931.


Dari masa kepemimpinan awal Mbah Kiai Muhammad Hadi sampai masa Kiai Ahmad Zahid (wafat tahun 1961), pengelolaan pondok pesantren dan tarekat masih berada dalam satu manajemen. Baru pada masa kepemimpinan berikutnya, yakni Kiai Muhammad Zuhri, mulai terdapat pemisahan manajemen pengelolaan pesantren dan tarekat.


Sementara Mbah Kiai Zuhri menangani kegiatan tarekat, kegiatan mengajar di pesantren diserahkan kepada kiai-kiai lainnya. Di masa kepemimpinan Kiai Muhammad Zuhri, berdiri Madrasah Miftahul Falah dan Pesantren Darul Falah.  


Sepeninggal Kiai Muhammad Zuhri (wafat 1979), kepemimpinan tarekat diteruskan kepada putranya, yakni KH Muhammad Munif Zuhri. Sementara kepemimpinan pesantren diserahkan putra lainnya, KH Nadzif Zuhri. Pada era inilah, lahir Madrasah Diniyah Sekolah Islam Salaf (SIS).


Setelah berdirinya SIS, perkembangan pendidikan di Girikusumo semakin pesat. Di bawah naungan Yayasan Kyai Ageng Giri, kemudian terbangunlah lembaga-lembaga formal mulai dari TK, RA, SD, SMP, SMA, SMK, Madrasatul Qur’an, dan Madrasah Diniyah Kyai Ageng Giri (KAG) 02. Selain itu, juga terdapat rutinan pengajian yang diperuntukkan pula bagi masyarakat umum.


Ajie Najmuddin, pemerhati sejarah pesantren